Istilah Cost Recovery pada kegiatan hulu migas merupakan salah satu hal yang perlu kita pahami, terlebih bagi kita yang akan atau sedang berkativitas pada industri hulu migas. Istilah ini sangat sering diutarakan oleh pihak pelaku bisnis hulu Minyak dan Gas Bumi. Lantas, apa yang dimaksud dengan cost recovery? Silahkan simak ulasannya yang telah dijelaskan di bawah.
Cost recovery adalah satu istilah yang umum digunakan dalam hal pengembalian dana yang akan atau telah digunakan pada operasi kegiatan bisnis hulu minyak dan gas bumi (Migas). Mungkin sebagian dari Anda akan bertanya, mengapa istilah ini hanya berlaku di sektor industri hulu migas, sementara di sektor hilir tidak berlaku? Jawabannya ialah karena pada kegiatan bisnis hulu minyak dan gas bumi, negara dianggap sebagai pemegang bisnis dan tentunya memiliki kuasa untuk mengatur alur kegiatan yang akan diterapkan nantinya. Sementara perusahaan migas, kehadirannya hanya sebagai kontraktor yang berperan menjalankan rencana pemerintah/negara.
Dalam menjalankan perannya, pihak kontraktor perlu menyiapkan dana atau modal awal untuk memenuhi segala kebutuhan biaya selama proyek tersebut berlangsung, misalnya dari tahap explorasi migas hingga tahap pengembangan ladang migas. Dana yang telah dikeluarkan oleh pihak kontraktor nantinya akan dikembalikan dalam bentuk pembagian persentase hasil penjualan migas. Jadi dengan kata lain, pengembaliannya tidak dilakukan secara tunai maupun transfer dana melainkan dengan sistem bagi hasil.
Setelah Anda memahami istilah cost recovery pada industri hulu migas di atas, sebagian dari Anda mungkin akan menyimpulkan bahwa cost recovery dapat dikatakan sebagai investasi. Yah benar, investasi ini dalam bentuk pengembangan sumber daya alam, khususnya minyak dan gas bumi. Perlu juga diketahu bahwa investasi ini akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan-perusahan lain, terutama perusahaan yang juga bergerak pada sektor hulu migas, jadi tidak hanya perusahaan pengembang yang terlibat. Adapun beberapa perusahaan lain yang dimaksud seperti perusahaan perkapalan (pengangkutan), perbankan dan perusahaan servis.
Tidak seperti investasi pada umumnya yang menggunakan dana APBN, alasannya ialah karena negara masih menerapkan sistem kontrak bagi hasil, tujuannya yaitu untuk meminimalisir timbulnya kerugian terhadap negara dari risiko kegiatan industri hulu migas. Seperti yang telah dijelaskan pada beberapa artikel sebelumnya bahwa bisnis migas khususnya pada tahap explorasi sangat rentan terhadap kegagalan, sementara tahap ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Perlu juga diingat bahwa tidak semua pemgeluaran dapat di- cost recovery. Pengembalian dana hanya dilakukan ketika tahap explorasi migas berhasil menemukan cadangan yang dianggap cukup ekonomis untuk dikembangkan lebih lanjut. Dengan kata lain, bila tidak ditemukan cadangan migas sama sekali, maka seluruh biaya yang telah dikeluarkan ditanggung oleh kontraktor pelaksana.
Terdapat satu hal yang kadang-kadang membuat orang merasa bingung, terutama bagi yang belum begitu paham mengenai istilah cost recovery. Adapun hal yang dimaksud yakni, saat produksi migas sedang mengalami penurunan sementara cost recovery malah mengalami peningkatan. Jawaban dari hal tersebut pertama, karena hingga saat ini produksi migas Indonesia masih didominasi atau dengan kata lain ditopang oleh sumur-sumur tua yang secara alami telah mengalami penurunan volume produksi namun masih membutuhkan biaya pemeliharaan agar produksinya tetap berjalan.
Selain karena biaya perawatan, peningkatan cost recovery sering juga disebabkan oleh adanya pengembangan pada lapangan migas sehingga tentu akan membutuhkan tambahan biaya sementara di sisi lain biaya pengembangan hulu migas dan produksinya dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jadi, wajar saja apabila cost recovery setiap periode mengalami peningkatan sementara produksi migas tidak mengalami perubahan bahkan cenderung mengalami penurunan.
Pertanyaan lainnya yang sering diutarakan yakni, apakah ada lembaga yang bertugas mengontrol cost recovery? Tentu saja ada, pada industri hulu migas pihak kontraktor hanya berhak menjalankan program serta mengeluarkan anggaran sesuai dengan yang telah disetujui oleh SKK Migas. Dalam pelaksanaannya juga akan terus dimonitor, bahkan saat program telah berlangsung selalu akan di-audit oleh SKK Migas. Selain itu, pihak Badan Pemeriksa Keuangangan (BPK), Kementrian Keuangan (Kemenku) dan Dirjen Pajak akan melakukan audit pada masing-masing kontraktor yang terlibat.
Baca Juga: Alur Kegiatan Hulu Migas di Indonesia
Jadi, cost recovery bisnis/industri hulu migas sebenarnya tidak telalu rumit, bahkan cukup mudah untuk dipahami. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan Anda seputar bisnis hulu migas di Tanah Air, silahkan baca juga artikel berkaitan lainnya.
Cost recovery adalah satu istilah yang umum digunakan dalam hal pengembalian dana yang akan atau telah digunakan pada operasi kegiatan bisnis hulu minyak dan gas bumi (Migas). Mungkin sebagian dari Anda akan bertanya, mengapa istilah ini hanya berlaku di sektor industri hulu migas, sementara di sektor hilir tidak berlaku? Jawabannya ialah karena pada kegiatan bisnis hulu minyak dan gas bumi, negara dianggap sebagai pemegang bisnis dan tentunya memiliki kuasa untuk mengatur alur kegiatan yang akan diterapkan nantinya. Sementara perusahaan migas, kehadirannya hanya sebagai kontraktor yang berperan menjalankan rencana pemerintah/negara.
Dalam menjalankan perannya, pihak kontraktor perlu menyiapkan dana atau modal awal untuk memenuhi segala kebutuhan biaya selama proyek tersebut berlangsung, misalnya dari tahap explorasi migas hingga tahap pengembangan ladang migas. Dana yang telah dikeluarkan oleh pihak kontraktor nantinya akan dikembalikan dalam bentuk pembagian persentase hasil penjualan migas. Jadi dengan kata lain, pengembaliannya tidak dilakukan secara tunai maupun transfer dana melainkan dengan sistem bagi hasil.
Setelah Anda memahami istilah cost recovery pada industri hulu migas di atas, sebagian dari Anda mungkin akan menyimpulkan bahwa cost recovery dapat dikatakan sebagai investasi. Yah benar, investasi ini dalam bentuk pengembangan sumber daya alam, khususnya minyak dan gas bumi. Perlu juga diketahu bahwa investasi ini akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan-perusahan lain, terutama perusahaan yang juga bergerak pada sektor hulu migas, jadi tidak hanya perusahaan pengembang yang terlibat. Adapun beberapa perusahaan lain yang dimaksud seperti perusahaan perkapalan (pengangkutan), perbankan dan perusahaan servis.
Tidak seperti investasi pada umumnya yang menggunakan dana APBN, alasannya ialah karena negara masih menerapkan sistem kontrak bagi hasil, tujuannya yaitu untuk meminimalisir timbulnya kerugian terhadap negara dari risiko kegiatan industri hulu migas. Seperti yang telah dijelaskan pada beberapa artikel sebelumnya bahwa bisnis migas khususnya pada tahap explorasi sangat rentan terhadap kegagalan, sementara tahap ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Perlu juga diingat bahwa tidak semua pemgeluaran dapat di- cost recovery. Pengembalian dana hanya dilakukan ketika tahap explorasi migas berhasil menemukan cadangan yang dianggap cukup ekonomis untuk dikembangkan lebih lanjut. Dengan kata lain, bila tidak ditemukan cadangan migas sama sekali, maka seluruh biaya yang telah dikeluarkan ditanggung oleh kontraktor pelaksana.
Terdapat satu hal yang kadang-kadang membuat orang merasa bingung, terutama bagi yang belum begitu paham mengenai istilah cost recovery. Adapun hal yang dimaksud yakni, saat produksi migas sedang mengalami penurunan sementara cost recovery malah mengalami peningkatan. Jawaban dari hal tersebut pertama, karena hingga saat ini produksi migas Indonesia masih didominasi atau dengan kata lain ditopang oleh sumur-sumur tua yang secara alami telah mengalami penurunan volume produksi namun masih membutuhkan biaya pemeliharaan agar produksinya tetap berjalan.
Selain karena biaya perawatan, peningkatan cost recovery sering juga disebabkan oleh adanya pengembangan pada lapangan migas sehingga tentu akan membutuhkan tambahan biaya sementara di sisi lain biaya pengembangan hulu migas dan produksinya dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jadi, wajar saja apabila cost recovery setiap periode mengalami peningkatan sementara produksi migas tidak mengalami perubahan bahkan cenderung mengalami penurunan.
Pertanyaan lainnya yang sering diutarakan yakni, apakah ada lembaga yang bertugas mengontrol cost recovery? Tentu saja ada, pada industri hulu migas pihak kontraktor hanya berhak menjalankan program serta mengeluarkan anggaran sesuai dengan yang telah disetujui oleh SKK Migas. Dalam pelaksanaannya juga akan terus dimonitor, bahkan saat program telah berlangsung selalu akan di-audit oleh SKK Migas. Selain itu, pihak Badan Pemeriksa Keuangangan (BPK), Kementrian Keuangan (Kemenku) dan Dirjen Pajak akan melakukan audit pada masing-masing kontraktor yang terlibat.
Baca Juga: Alur Kegiatan Hulu Migas di Indonesia
Jadi, cost recovery bisnis/industri hulu migas sebenarnya tidak telalu rumit, bahkan cukup mudah untuk dipahami. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan Anda seputar bisnis hulu migas di Tanah Air, silahkan baca juga artikel berkaitan lainnya.
0 Response to "Memahami Istilah Cost Recovery Pada Kegiatan Bisnis Hulu Migas"
Post a Comment
Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai dengan konten blog, jangan meninggalkan link aktif karena akan kami anggap sebagai spam.