Tahap-Tahap Pengujian LPG

LPG (Liquified Petroleum Gas) atau pelafalannya di Indonesia disebut "Elpiji" merupakan bahan bakar yang digunakan oleh hampir seluruh golongan masyarakat saat ini. LPG sendiri merupakan gas yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi, dimana pada umumnya minyak bumi ditemukan bersama dengan gas alam sehingga dalam pengolahannya dilakukan pemisahan kedua jenis zat tersebut. Selain itu gas LPG juga dihasilkan melalui tahap Cracking atau perengkahan baik itu dengan Thermal Cracking maupun dengan Catalyst Cracking.


Gas yang dihasilkan akan ditambah tekanannya serta suhunya diturunkan sehingga mengalami perubahan bentuk dari fase gas menjadi fase cair. LPG sendiri terdiri senyawa hidrokarbon dengan komponen utamanya yakni propana dan butana.

Pengujian Gas LPG

Untuk memastikan kualitas LPG maka dilakukan beberapa tahap pengujian dengan tujuan memperoleh LPG dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Adapun pengujian  yang dimaksud terdiri dari pengujian komposisi, kadar sulfur, Specific Gravity, kandungan air bebas, tekanan uap, weathering test (endapan) dan sifat pengkaratan.

1. Pengujian Specific Gravity (SG) 60/60°F

Pengujian Spesific Grafity LPG bertujuan untuk memperoleh data yang digunakan untuk perhitungan material balance dalam proses pengolahan, untuk perhitungan berat LPG yang ditampung dalam tempat penimbunan berdasarkan volume yang telah diketahui sehingga dapat digunakan sebagai perhitungan dalam hal pemasaran atau perdagangan, dan untuk perhitungan blending LPG, bila terjadi penyimpangan SG 60/60°F.

Dalam prakteknya, pengujian SG ini menggunakan metode ASTMD 1657, dengan menggunakan suatu alat yang disebut Pressure Hydrometer Cylinder, atau juga dengan perhitungan dari komposisi LPG dengan metode ASTMD 2163 menggunakan kromatografi gas. Untuk hasil pengujiannya sendiri, diisyaratkan untuk LPG Propana yakni dari range 0,508-0,525, LPG butana 0,563-0,627, sementara untuk LPG campuran 0,507-0,627.

Dalam suatu kasus, apabila pengujian untuk LPG Propana diperoleh hasil di bawah 0,508, kondisi tersebut menunjukkan bahwa LPG propana yang diuji didalamnya terkandung komponen ringan yaitu etana. Etana ini akan menyebabkan meningkatnya tekanan uap pada LPG tersebut, dengan meningkatnya tekanan uap maka akan sangat beresiko saat dilakukan penyimpanan serta penyaluran. Sedangkan bila hasil pengujiannya di atas 0,525, kondisi tersebut menunjukkan bahwa LPG propana mengandung butana, dimana butana ini merupakan komponen yang lebih berat sehingga akan menyebabkan menurunnya tekanan uap. Dengan menurunnya tekanan uap pada LPG maka akan memperlambat proses penguapan dan cenderung menginggalkan endapan.

Sementara untuk pengujian LPG Butana, apabila diperoleh hasil di bawah 0,563 maka kondisi tersebut menunjukkan LPG butana lebih banyak mengandung propana. Dengan dominanya unsur propana maka akan meyebabkan peningkatan tekanan uap LPG, keadaan ini sangat rentan menimbulkan ledakan. Sementara bila hasil pengujian menunjukkan angka di atas 0,627, maka mengindikasikan LPG butana mengandung pentana yang merupakan komponen yang lebih berat sehingga mengakibatkan tekanan uap rendah dan juga meninggalkan endapan.

Untuk LPG campuran, bila pengujian SG 60/60°F menunjukkan hasil di bawah 0,507, kondisi ini mengindikasikan bahwa perbandingan antara propana–butana lebih dominan kandungan propana (umumnya perbandingannya 30% propana dan 70% butana). Hal tersebut akan mengakibatkan tekanan uap LPG mengalami peningkatan, sehingga mudah menguap dan membahayakan saat dilakukan penyimpanan dan penyaluran. Sedangkan bila pengujian SG di atas 0,627, hasil tersebut menunjukkan perbandingan propana dengan butana lebih banyak kandungan butana. Kondisi  ini akan mengakibatkan tekanan uap menjadi rendah sehingga LPG campuran tidak cepat menguap dan akan meninggalkan endapan.

2. Pengujian Komposisi LPG

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung dalam LPG tersebut karena sifat pembakaran atau nilai kalor LPG berkaitan dengan komposisi yang ada di dalamnya. Perlu diketahui bahwa LPG dapat dihasilkan dari 3 sumber, yakni dari kilang gas alam, kilang distilasi minyak (CDU), dan dari kilang perengkahan (thermal cracking maupun catalytic cracking). LPG yang diperoleh dari kilang Gas Alam, dan kilang Crude Distillation Unit (CDU) tidak mengandung olefin (ikatan rangkap dua), sementara LPG yang berasal dari kilang perengkahan mengandung ikatan rangkap dua (olefin). Karena LPG dari kilang Gas Alam dan kilang CDU tidak memiliki ikatan rangkap dua sehingga mempunyai sifat pembakaran (nilai kalor) yang lebih tinggi.

Pengujian komposisi ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut kromotografi gas, dan menerapkan metode ASTMD 2163.  Komposisi yang diperoleh dinyatakan sebagai komponen hidrokarbon, dan dilaporkan dalam satuan % vol. Disyaratkan untuk LPG propana, minimum kandungan C3 yakni  95 % vol, untuk LPG butana dengan kandungan C4 minimum 97,5% vol, sementara untuk LPG campuran kandungan C3 + C4 total minimum  97,5 % vol.

3. Pengujian Tekanan Uap

Pengujian tekanan uap pada LPG adalah untuk memperoleh data tekanan dimana data tersebut bermanfaat untuk menjamin keselamatan/keamanan dalam penyimpanan, pengangkutan dan penyaluran LPG, terutama penyaluran di wilayah yang memiliki iklim yang berubah-ubah. Apabila LPG terpapar panas, maka akan membuat LPG mengalami penguapan dan diikuti dengan meningkatnya tekanan sehingga kondisi tersebut dapat memicu terjadinya ledakan. Selain untuk faktor keamanan, pengujian ini juga digunakan untuk keperluan perhitungan blending atau pencampuran bila terjadi penyimpangan tekanan uap.

Dalam prosesnya, pengujian tekanan uap ini menggunakan alat yang disebut Reid Vapor Pressure Apparatus (RVP) dengan menggunakan metode ASTMD 1267, atau bisa juga dengan menggunakan perhitungan dari komposisi LPG menurut metode ASTMD 2168 dengan alat kromatografi gas. Dari kedua metode pengujian tersebut, umumnya cara yang paling sering digunakan yakni dengan perhitungan dari data komposisi LPG. Tekanan uap LPG dinyatakan sebagai tekanan uap pada suhu 100°F, serta dinyatakan dalam bentuk satuan psig. Untuk LPG Propana, tekanan uap pada 100°F yang diisyaratkan maksimum 100 psig, LPG butana maksimum 70 psig, dan LPG Campuran maksimal 120 psig.

Dalam suatu kasus, bila pengujian tekanan uap LPG Propana diperoleh hasil di atas 210 psig, maka LPG tersebut mengandung komponen etana yang merupakan komponen ringan. Adanya komponen ringan di dalam LPG akan mengakibatkan naiknya tekanan uap sehingga beresiko saat dilakukan penyimpanan maupun penyaluran.

Untuk LPG Butana, bila pengujian tekanan uap di atas 70 psig mengindikasikan bahwa LPG tersebut mengandung propana dalam jumlah yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan tekanan uap. Meningkatnya tekanan uap dapat menimbulkan risiko ledakan saat dilakukan penyimpanan maupun penyaluran.

Sementara untuk pengujian LPG Campuran, bila pengujiannya diperoleh tekanan uap di atas 120 psig, maka perbandingan antara propana dengan butana lebih banyak kandungan propana. Banyaknya kandungan propana juga akan mempengaruhi tekanan uap, diamana tekanan uap akan meningkat dan mempercepat penguapan sehingga sangat berisiko, khususnya risiko terjadinya ledakan saat penyaluran dan penyimpanan.

4. Weathering Test

Weathering test adalah sifat kemudahan penguapan LPG. Tujuan pengujian ini ialah untuk mengetahui kecenderungan terjadinya pengendapan/deposit dari LPG baik itu ketika di dalam tabung maupun ditempat penampungan lainnya, seperti di tangki timbun serta tangki kapal. Adanya endapan mengindikasikan adanya komponen berat yang ikut terlarut di dalam LPG.

Weathering test ditetapkan pada suhu 34°F dan dilaporkan dalam bentuk % volume. Untuk standarnya sendiri, hasil weatering test diisyaratkan minimum 95% volume, baik itu untuk LPG Propana, LPG Butana maupun LPG Campuran. Pengujian ini menggunakan beberapa alat, meliputi penangas air, termometer, kumparan pendingin, pengujiannya pun menggunakan metode ASTMD 1837.

Dalam prakteknya, bila weathering test untuk LPG Propana hasilnya kurang dari 95% volume dari yang teruapkan, hal ini mengindikasikan bahwa LPG ini mengandung komponen butana. Untuk LPG Butana, bila hasil weathering test kurang dari 95%, dapat dipastikan terdapat komponen pentana dalam LPG. Sementara untuk pengujian LPG Campuran, bila hasil weathering test kurang dari 95%, berarti perbandingan antara campuran komponen propana dan butana lebih banyak komponen butana.

5. Copper Strip Corrosion

Copper strip corrosion adalah pengujian sifat pengkaratan dari LPG. Sifat pengkaratan pada LPG disebabkan oleh adanya kandungan senyawa Hidrogen Sulfida (H2S) dan Merkaptan Sulfur (RSH), dengan kata lain kedua senyawa tersebut merupakan senyawa pengotor yang kehadiraanya tidak dikehendaki. Dalam hasil pegujiaan copper strip corrosion diisyaratkan untuk LPG Propana, LPG Buatan, serta LPG Campuran maksimum ASTM No.1.

Dalam prakteknya, pengujian sifat pengkaratan LPG ini dilakukan dengan menerapkan metode ASTM D 1838, dengan alat yang terdiri dari tabung silinder tahan tekanan, yang dilengkapi penangas air, skala warna, termometer dan lempengan tembaga. Untuk durasinya sendiri, pengujian ini dilakukan selama 1 jam dengan temperatur 100°F.

Dalam suatu kasus, apabila diperoleh hasil pengujin copper strip corrosion pada LPG berada di atas ASTM No. 1, hal ini menunjukkan bahwa LPG yang diuji di dalamnya terkandung senyawa yang dapat menimbulkan korosi. Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa senyawa yang dimaksud bisa saja Hidrogen Sulfida maupun merkaptan. Dalam kondisi ini, umumnya akan dilakukan pengurangan/penurunan kadar senyawa pengotor tersebut dengan metode pencucian menggunakan larutan kaustik.

6. Total Sulfur

Pengujian jumlah total sulfur adalah suatu tahap pengujian untuk mengetahui kebersihan LPG. Pengujian ini dilakukan dengan metode ASTMD 2784 Wickbold – type combustion apparatus. Dinyatakan sebagai pengujian total sulfur karena merupakan penjumlahan dari berbagai jenis senyawaan sulfur yang terlarut dalam LPG, adapun senyawaan sulfur yang dimaksud terdiri dari hidrogen sulfida( H2S), etil merkaptan (RSH), sulfur dioksida (SO2),  karbonil sulfida (COS), dimetil sulfida (CH3)2S dan dimetil disulfida (CH3)2S2.

Senyawaan sulfur yang terlarut dikategorikan sebagai impurities (senyawa pengotor). Terlarutnya senyawa pengotor dalam produk LPG akan berdampak pada mutu nilai bakar LPG tersebut. Hasil pengujian ini dilaporkan dalam satuan grains/100 cuft, % massa, ppm atau mg/100cuft. Dalam praktek pengujiannya, total sulfur untuk LPG Propana, LPG Butana, dan LPG Campuran disyaratkan maksimum 15 grains/100 cuft.

Tahap pengujian ini memiliki peranan yang sangat penting karena hasil yang diperoleh akan mengindikasikan kecenderungan terjadinya penurunan nilai kalori pada LPG, dimana makin tinggi kadar sulfur yang terlarut maka akan menindikasikan menurunnya nilai kalori LPG. Selain menurunkan nilai kalori, kandungan sulfur juga akan memicu terjadinya korosi, khususnya pada dinding tangki maupun pipa-pipa penyalur. Disamping itu, adanya senyawaan sulfur juga akan mempengaruhi pembakaran, dimana hasil pembakaran akan meninbulkan asap yang tentunya akan berdampak buruk bagi lingkungan.

Dalam praktek pengujiannya, apabila hasil pengujian menunjukkan total sulfur di atas 15 grains/100 cuft, maka dapat dipastikan LPG tersebut didalamnya terkandung senyawaan sulfur yang cukup signifikan. Dengan jumlah tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan korosi pada peralatan logam, selain itu juga akan menyebabkan penurunan kalori dan menimbulkan pencemaran udara karena hasil pembakaran yang buruk.

7. Kandungan Air Bebas

Pengujian kandungan air bebas pada LPG betujuan untuk mengindikasi terjadinya pembentukan air kristal pada LPG khususnya pada suhu rendah. Air kristal ini berupa senyawaan Hidrokarbon hidrat, seperti propana hidrat, propilena hidrat, butana hidrat, butilena hidrat, dan pentana hidrat. Terbentuknya hidrat ini akan menimbulkan sumbatan pada sistem penyaluran, selain itu juga akan menyebabkan kebuntuan pada sistem pengkabutan LPG yakni pada ujung tubing dan nozzle karena adanya pembekuan (kristalisasi) saat pengaliran LPG berlangsung.

Terdapat dua kemungkinan keberadaan air dalam LPG, yakni air yang ikut terlarut dalam LPG dan air yang tak terlarut dalam LPG. Air yang tak terlarut ini keberadaannya terpisah dari LPG, berupa air bebas dan pengujiannya pun dilakukan dengan cara pengamatan visual (dengan mata).


Tahapan pengujian LPG seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan pengujian yang umun dilakukan untuk menjamin kualitas LPG serta faktor keamanan, dan biasanya ada pengujian tambahan bila diperlukan, terlebih bila gas yang diperoleh dari suatu ladang memiliki karakter tertentu.

0 Response to "Tahap-Tahap Pengujian LPG"

Post a Comment

Berkomentarlah dengan sopan dan sesuai dengan konten blog, jangan meninggalkan link aktif karena akan kami anggap sebagai spam.